1. Cara Menanam Cabe di Polybag
2. Cara Menanam Terong di Polybag
3. Cara Menanam Kangkung di Polybag
Pertanian organik
Pertanian Organik adalah sistem budi daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Beberapa tanaman Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dengan teknik tersebut adalah padi, hortikultura sayuran dan buah (contohnya: brokoli, kubis merah dan jeruk dll.), tanaman perkebunan (kopi, teh, kelapa dll.), danrempah-rempah. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi, keadilan dan perlindungan. Yang dimaksud dengan prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia
sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan
dan tidak terpisahkan. Pertanian organik juga harus didasarkan pada siklus dan sistem ekologi kehidupan. Pertanian organik juga harus memperhatikan keadilan baik antarmanusia maupun dengan makhluk hidup lain di lingkungan.
Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan
yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan
kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.
Pertanian organik mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan teknologi modern mengenai praktik pertanian tradisional berdasarkan proses biologis yang terjadi secara alami. Metode pertanian organik dipelajari di dalam bidang ekologi pertanian.
Pertanian konvensional menggunakan pestisida dan pupuk sintetik,
sedangkan pertanian organik membatasinya dengan hanya menggunakan
pestisida dan pupuk alami. Prinsip metode pertanian organik mencakup rotasi tanaman, pupuk hijau/kompos, pengendalian hama biologis dan pengolahan tanah secara mekanis.
Pertanian organik memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk
mendukung produktivitas pertanian, seperti pemanfaatan legum untuk mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk menaggulangi hama, rotasi tanaman untuk mengembalikan kondisi tanah dan mencegah penumpukan hama, penggunaan mulsa untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan pemanfaatan bahan alami,
termasuk mineral bahan tambang yang tidak diproses atau diproses secara
minimal, sebagai pupuk, pestisida, dan pengkondisian tanah. Tanaman yang lebih unggul dan tangguh dikembangkan melalui pemuliaan tanaman dan tidak dimodifikasi menggunakan rekayasa genetika.
Kembali ke : Organik
Urban Farming Sebuah Gaya Hidup
Masih ingat penggalan lagu itu, bukan? Ya, Kegiatan berkebun memang
mengasyikkan. Apalagi jika kita ingat dulu, saat masih di sekolah dasar.
Pelajaran berkebun dan bercocok tanam menjadi pelajaran yang cukup
diminati. Biasanya murid-murid senang karena merupakan sebuah pengalaman
baru.
Namun, kondisinya kini jauh berbeda. Terbatasnya lahan, membuat
kegiatan yang satu ini semakin sulit ditemukan. Orang yang melakukannya
pun lebih banyak di pedesaan ataupun di daerah-daerah pinggiran kota.
Sementara di kota seperti Jakarta, berkebun merupakan kegiatan langka.
Jika kita lihat sekeliling, tak ada lagi lahan kosong. Di kanan-kiri
jalan telah berderet rumah gedong. Tak jauh disana, gedung tinggi
menjulang. Jika sudah begitu, di mana ya, kita bisa berkebun?
Berdasarkan literatur, berkebun ternyata bisa dimana saja. Bahkan
memanfaatkan lahan kososng yang sempit pun masih dimungkinkan. Konsep
ini kemudian di kenal dengan sebutan ”Urban Farming” atau berkebun di
kota dalam bahasia indonesianya.
Beberapa jenis tanaman yang bisa ditanam di lahan sempit seperti:
kacang panjang, cabai, tomat, sawi, melon, dll. Biasanya setelah bosan
dengan jenis tanaman yang itu-itu saja, setalah panen tak ada salahnya
mencoba jenis tanaman lain, tergantung kesukaan.
Apa Itu Urban Farming?
Kegiatan Urban Farming atau berkebun di kota muncul sebagai jawaban
atas kegelisahan masyarakat menyikapi semakin terbatasnya lahan di
kota-kota besar. Tingkat polusi yang makin parah dan minimnya kawasan
hijau membuat kota semakin gersang.
Kesadaran ini yang memunculkan gerakan urban farming di kota-kota besar
di seluruh dunia. Secara umum Urban Farming merupakan kegiatan
pertanian yang dilakukan dengan memanfaatkan lahan sempit di perkotaan.
Kegiatan Urban Farming mencakup kegiatan produksi, distribusi, hingga
pemasaran produk-produk pertanian yang dihasilkan.
Martin Bailkey, seorang dosen arsitektur landscape di Wisconson
Madison, AS membuat definisi Urban Farming sebagai Rantai industri yang
memproduksi, memproses dan menjual makanan dan energi untuk memenuhi
kebutuhan konsumen kota. Semua kegiatan dilakukan dengan metoda using
dan re-using sumber alam dan limbah perkotaan.
Urban Farming dilakukan sebagai kegiatan untuk menghasilkan pendapatan
bagi petani, khususnya bagi mereka yang mata pencarian utamanya dari
bertani. Sedangkan bagi masyarakat kota yang getol mengembangkan Urban
Farming, kegiatan ini dilakukan sebagai bagian dari rekreasi.
Sejarah Urban Farming
Urban Agriculture sebenarnya sudah ada sejak zaman dulu, tepatnya di
Machu Pichu di mana sampah-sampah rumah tangga dikumpulkan menjadi
satu dan dijadikan pupuk. Air yang telah digunakan masyarakat
dikumpulkan menjadi sumber pengairan melalui sistem drainase yang telah
dirancang khusus oleh para arsitek kota di masa itu.
Pada Perang Dunia II di Amerika dicanangkan program “Victory Garden”
yaitu membangun taman di sela-sela ruang yang tersisa. Program ini
merupakan cikal bakal gerakan urban farming. Dari program tersebut
pemerintah Amerika Serikat mampu menyediakan 40% kebutuhan pangan
warganya pada waktu itu.
Perhatian akan manfaat Urban Agriculture menjadi berkembang ketika
masyarakat di berbagai belahan dunia menyadari bahwa semakin hari
pertumbuhan penduduk semakin besar dan kebutuhan akan makanan juga
bertambah, sementara luas lahan pertanian semakin berkurang. Maka
mulailah lahan-lahan kosong di daerah perkotaan dipakai sebagai tempat
bercocok tanam. Mulai dari lahan satu meter persegi di depan rumah
hingga atap-atap gedung-gedung pencakar langit, kini dimanfaatkan
sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan Urban Farming.
Urban farming selain mengasyikkan juga membantu memberikan kontribusi
terhadap ruang terbuka hijau kota dan Ketahanan pangan. Bisa di
bayangkan jika setiap gedung mengadopsi kegiatan urban farming. Jakarta
tentunya akan semakin hijau dan adem.
Jakarta Kini
Pembangunan di Jakarta dalam beberapa dedake memang menunjukkan
perubahan drastis. Akibatnya, lahan yang ada habis digunakan oleh
sektor permukiman, bisnis, dan industri. Karena itu, saat ini luas
lahan yang tersisa di DKI Jakarta tinggal tersisa 30 persen saja.
Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah provinsi ingin mengoptimalkan
lahan yang sudah ada dan tidak berniat melakukan penambahan
bangunan-bangungan besar. Pasalnya, jika tidak berhati-hati dalam
melaksanakan pembangunan fisik akan berakibat fatal.
Penduduk yang mencapai 15 ribu jiwa per satu kilometer menjadi salah
satu penyebab banyaknya pembangunan fisik. Di satu sisi memang bagus
untuk menggenjot perekonomian daerah. Namun faktanya ada banyak dampak
negatif, dan itu harus dihentikan.
Dari sekian banyak konsep, salah satu yang mulai ditawarkan pemerintah
adalah dengan membangun gedung berkonsep green building dan itu bisa
dilakukan di mana saja.
Konsep dimana bangunan ramah lingkungan didorong menjadi tren dunia
bagi pengembangan properti saat ini. Bangunan ramah lingkungan ini
punya kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi iklim
mikro. Hanya saja, secara umum, belum banyak gedung di Jakarta yang
mengadopsi program ini.
Manfaat Berkebun di Kota
Di sadari atau tidak, ada banyak alasan mengapa warga ibukota
disarankan berkebun. Hanya saja, persoalan komunikasi dan informasi
sering jadi alasan mengapa hanya sedikit orang yang melakukannya.
Padahal setiap orang pasti menginginkan lingkungan yang sehat. Beberapa
manfaat tersebut adalah:
Pertama adalah untuk menyegarkan udara yang ada di sekeliling kita.
Pasalnya, pepohonan berfungsi sebagai menghisap karbondioksida (bahan
polutan) dan mengeluarkan oksigen.
Kedua, bercocok Tanam di Perkotaan akan memenuhi kebutuhan pangan,
khsusunya sayur mayur dan buah-buahan dengan kondisi yang terjamin.
Kebanyakan produksi sayur dan buah yang dihasilkan dari Urban Farming
menggunakan pupuk organik yang tidak meninggalkan residu di tubuh.
Ketiga, berkebun dapat menyegarkan mata dan pikiran. Jika sedang penat,
kita bisa keluar untuk menikmati pemandangan hijau yang tersaji di
depan mata.
Keempat, makanan hasil Urban Farming ternyata lebih bercitarasa. Mereka
yang telah mempraktekkan bercocok tanam di Perkotaan mengatakan bahwa
ini memberi kepuasan tersendiri bagi mereka. Seperti banyak hobi
bermanfaat yang lain, para petani perkotaan mendapatkan bahwa bercocok
tanam telah memberi sebuah nilai tambah pada mereka terlepas dari
manfaat pokok yang diberikan.
Kelima, yng tidak kalah berharga adalah, kita dapat membantu mengurangi
laju pemanasan global. Berkebun adalah hal yang sepele namun
manfaatnya segudang.
Keenam, kegiatan berkebun di kota akan mengurangi biaya yang
dikeluarkan untuk transportasi ketika memindahkan produk tersebut dari
pedesaan. Artinya, kita juga akan menghemat penggunaan BBM dalam jangka
panjang.
Ketika segudang manfaat terebut bisa dicapai dengan kegiatan berkebun
di tengah kota, sekaranglah saatnya mencoba. Bingung ingin memulai dari
mana? Tenang saja, ada banyak buku yang mengulas tema Urban Farming di
pasaran atau jika di rasa kurang, tak ada salahnya berselancar di di
dunia maya. (Jekson Simanjuntak).
No comments:
Post a Comment